Bel alarm sudah berbunyi berulang kali tetapi Davi masih tertidur pulas di balik selimut. Teriakan Mbok Darsih juga tidak mampu masuk ke dalam gendang telinga Davi. Terpaksa Mbok Darsih meminta tolong Mang Asep suaminya untuk mendobrak pintu kamar Davi. Alhasil tepat pukul 06.00 pintu kamar itu sudah terbuka dan Mbok Darsih segera beraksi untuk membangiunkan Davi. Tidak lama kemudian Davi berhasil dibangunkan dari alam tidur dan dia sangat terkejut karena sudah kesiangan. Dengan buru-buru dia segera mandi dan membawa perlengkapan yang udah dipersiapkan kemarin malam. Dia menolak tawaran sarapan dari Mbok Darsih dan lebih memilih untuk segera meminta Mang Asep mengantarkannya ke sekolah.
Dalam hati Davi begitu banyak bayangan hukuman yang nantinya dia dapat. Tepat pukul 06.30 Davi baru saja keluar dari area kompleks perumahan. Dengan hati yang gelisah Davi terus memandangi arlojinya. Berulang kali dia meminta Mang Asep untuk lebih cepat. Sebuah resiko tinggal di Jakarta yaitu macet meskipun tempat tinggal Davi masih di daerah pinggiran. Selama kurang lebih 30 menit perjalanan akhirnya Davi tiba di depan pintu gerbang sekolah. Terlihat sangat sepi saat itu karena kegiatan orientasi sudah dimulai setengah jam tadi. Saat Davi melangkah mendekati pintu gerbang sosok siswa berpakaian seragam khas sekolah itu berdiri di dekat pohon. Ada perasaan takut dalam diri Davi saat melihatnya. Dengan langkah pasti Davi mendekat pada siswa itu.
”Maaf Kak, saya terlambat,” kata Davi pelan.
”Ya. Tidak perlu kamu beri tahu, aku sudah tahu kalau kamu terlambat. Aku kira kamu nggak masuk karena sudah seengah jam yang lalu acara sudah dimulai. Ternyata kamu masih mau datang,” balas Revan yang bertugas sebagai koordinator pendisiplin acara orientasi ini.
”Kak, saya siap menerima hukuman apa saja dari Kakak dan saya berjanji nggak akan mengulanginya lagi,” sahut Davi.
”Oke, kalau begitu kamu ikut aku ke ruang eksekusi,” balas Revan sambil berjalan menuju ruang eksekusi.
Perasaan takut dalam diri Davi semakin menjadi saat mwndengar bentakan-bentakan dari uang eksekusi. Davi sangat menyesal karena tidak menuruti perkataan Mbok Darsih tadi malam. Padahal, Davi sebenarnya anak yang disiplin dan patuh. Kini saatnya Davi dieksekusi oleh seorang pendisiplin yang terlihat menakutkan. Adu mulut antara Davi dan pendisiplin terjadi begitu sengit. Seusai diomeli oleh pendisiplin sampai puas, Davi akhirnya mendaoat tugas untuk membuat tiga essay dengan tiga topik yang berbeda pula sebagai hukuman atas keterlambatannya. Dengan terberu-buru Davi membuat tiga essay pada tiga lembar HVS. Karena dia tiap hari membaca koran dan senang acara berita di TV, dia hanya butuh waktu sejam untuk mengerjakannnya. Setengah jam sebelum waktu istirahat Davi dipanggil oleh salah satu panitia untuk membatu membereskan barang-barang yang akan digunakan pada acara hasta karya.
Setelah jam istirahat telah berakhir, Davi mendapat izin untuk bergabung dengan teman-temannya di kelas untuk memperoleh materi dari panitia. Wajah lelah sangat jelas terlihat di diri Davi. tetapi dia masih bersemangat untuk mengikuti orientasi di hari pertama ini. Para peserta orientasi mengikuti acara games sebelum apel penutupsn di mulai. Pukul 13.15 apel penutupan telah usi dan seluruh peserta diperbolehkan untuk pulang. “Huh.” hela napas Davi saat meninggalkan gerbang sekolah barunya. Rasa lelah dan payah sungguh terasa oleh diri Davi kali ini apalagi dari pagi sampai sekarang belum sempat makan. Tiba-tiba dia teringat kalau dia tadi dia salah bicara pada Mang Asep untuk menjemputnya pukul 14.00 sehingga dia terpaksa arus menunggu.
15 menit Davi telah menungu jemputan di depan gerbang sampai dirinya yang kini tersisa. Maksud hati ingin beli makanan tetapi dia ternyata tidak bawa uang sama sekali. Sungguh sial hari ini bagi Davi. Di lihatnya di belakang gerban masih terlihat dua panitia yang sedang ngobrol, kemungkinan mereka adalah bagian keamanan. Saat Davi menoleh ke dalam sekolah terlihat Revan dan Dinda berjalan menuju dua panitia yang dia lihat tadi. Davi lamgsung memalngka muka karena dia measa kesal pada Revan yang telah mengomelinya tadi.
“Sudah pulang semua kan?” tanya Dinda pada Riski.
”Tuh, masih ada satu kok,” jawab Doni.
”Mana? Siapa?” tanya Revan sambil melongo ke depan gerbang.
”Kalian makan dulu aja. Biar aku dan Revan yang menggantikan kalian di sini,” pinta Dinda pada Doni dan Bagus.
Doni dan Bagus segera berjalan menuju ruang panitia untuk makan siang. Semetara itu Davi masih berdiri di depan gerbang dengan perasaan tidak sabar menunggu jemputan. Dilihatnya di jam tangan masih menunjukkan pukul 13.45 tepat. Sebenarnya dia ingin telepon tetapi dia tidak bawa HP dan kalau ke wartel dia tidak bawa uang. Di dalam hati kecilnya berharap kalau Kak Radit melihatnya tetapi itu tidak mungkin. Tiba-tiba rasa pusing hinggap di kepala Davi dan tanpa disadari dia terjatuh pingsan. Melihat Davi jatuh tepat di depan gerbang Dinda yang sedang ngobrol dengan Revan di pos jaga langsung berlari keluar untuk menolongnya.
”Ayo bantuin! Kamu kok malah cuma liat,” kata Dinda pada Revan.
”Biarkan aja. Dia pura-pura kali. Hari pertama dia udah melanggar berat,” balas Revan santai.
”Kamu mentang-mentang jadi koordnator pendisiplin bilang gitu. Tapi ini beneran, liat aja wajahnya,” timpal Dinda.
Bersambung ke Kesan Pertama (Part 2 - end)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar